PAPAPOKER99 - Ini ceritaku sekitar 7 tahun yang lalu di mana aku masih menduduki bangku SMP kelas. “Kita temanan saja ya, man.. .” jawab Ayu. Sebenarnya aku sudah jatuh hati dengan Ayu sejak kelas 1 SMP. Sejak kelas 1 pun aku sudah melakukan pendekatan, tetapi Ayu selalu saja menolakku dengan berbagai alasan. Katanya aku adalah teman terbaiknya, tidak lebih, kadangpun dia menjawab bahwa kami belum cukup umur untuk pacaran. Memang kalau seumuran anak SMP belum saatnya pacaran, tapi aku sudah sangat suka dengan Ayu, bayangkan saja, sudah 2 tahun lebih aku menunggu cintanya. Sedangkan teman-teman lain juga pacaran, mereka juga tidak memandang usia. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Ayu, apa aku bukan tipe nya atau dia memang belum siap untuk pacaran. Wajahnya yang manis, dengan tubuh yang sexy, membuat cowok-cowok di SMP swasta ternama di kota kami ini tidak berkedip mata melihatnya. Rambutnya yang panjang terurai hingga ke punggung memperlihatkan dia semakin mempesona, bagai seorang tuan putri. Banyak cowok-cowok juga yang mengejarnya, tapi Ayu selalu menolaknya. Bahkan saking kesalnya aku biasanya berkelahi dengan cowok-cowok yang mendekati Ayu. Bagaimana tidak geram, aku sudah mendekatinya sejak kelas 1, aku bahkan tidak pernah menyolek atau memegangnya, tapi cowok- cowok bajingan lain kerap menjahilinya, menggodanya, menyolek atau pura-pura tak sengaja menyenggolnya.
Aku sebenarnya termasuk anak baik-baik, tapi kalau sedang kesal, aku tidak segan-segan berkelahi dengan anak-anak nakal di sekolah kami. Aku tidak lah takut sama sekali dengan mereka, kalaupun kalah, mereka akan siap-siap babak belur oleh preman yang aku bayar. Bukan memuji diri sendiri, tapi aku masih heran dengan kemauan Ayu, karena menurut aku, dari segi penampilan, aku tidak lah jelek, teman-teman pun sering bilang aku ini cakep. Kalau masalah ekonomi, hidup keluarga kami bisa dikatakan lebih dari bercukupan, papa ku seorang boss, dia punya banyak gudang beras di mana mana. Walaupun aku kurang dekat dengan papa, aku tahu dia selalu sibuk dengan bisnisnya yang sudah sampai ke luar negeri. Mama ku juga begitu, tiap hari belanja, ke salon, arisan sama teman-temannya, hanya bisa memberikan uang sebanyak apa yang aku pinta. Sebenarnya banyak cewek-cewek yang mengejarku, tapi bagiku di hati ku cuma layak untuk seseorang yang ku cintai, yaitu Ayu.Tiap hari tak henti aku terus mencoba meluluhkan hati Ayu. Hingga semester akhir tiba, hatiku semakin gundah, aku tidak tahu dia akan melanjutkan sekolah menengah atas di mana. Walaupun masih lama, tapi aku tidak mau jauh darinya. Akhirnya ku utus teman baik ku, Taro, bahkan sudah ku anggap seperti keluargaku, untuk mencari informasi mengenai masalah lanjut sekolah itu. Taro orangnya sangat baik, dia selalu memberi masukkan untukku, dan dia pun selalu patuh padaku. Orang tua nya sudah mengabdi lama di keluarga kami, sudah bertahun-tahun, bahkan sebelum kami di lahirkan. Ayah Taro menjadi sopir pribadi papa ku, dan ibu Taro menjadi pembantu rumah tangga di rumahku. Mungkin itu sebabnya Taro selalu menuruti apa kataku.Dua hari setelah menugaskannya, Taro pun mendapatkan informasi. Tetapi bukan informasi yang ku pinta, melainkan informasi yang jauh lebih penting lagi. Kami bertemu di tempat biasa kami kumpul, waktu itu sekitar pukul 19.15 , cafe yang sering kami kunjungi ini kalau malamnya sangat sepi, jadi kami lebih senang berkumpul malam hari. Café sederhana yang duduknya hanya lesehan sebenarnya lebih cocok dibilang pondok. Dengan pohon-pohon rindang mengelilingi cafe ini, terasanya nyaman sekali untuk tempat bersantai. Tak heran cafe yang kami sebut markas ini, jikalau siangnya ramai sekali. Ramai dengan anak-anak sekolah yang sedang bolos sekolah. Malam itupun, kami berkumpul, seperti biasa aku selalu mengajak teman-teman baikku, Taro, Iskandar, Marwan, Budi dan Eko. Duduk di lesehan paling ujung adalah kegemaran kami. Suasana sepi, setelah berbincang-bincang lama, seperti biasa, pelayan yang lambat baru datang membawa menu pesanan. Yang lain sedang memilih menu wajar yang biasa tersedia di cafe-cafe lainnya, sedangkan Taro sudah beralih ke topic penting yang harus aku dengarkan tersebut. Taro mengeluarkan beberapa lembar foto, awalnya aku tidak mengerti maksudnya. “Ayu sudah punya pacar, man… ” Mendengar kata-katanya hati ku langsung tidak karuan. Apalagi melihat sekitar 5 foto itu, hatiku seperti tersobek-sobek, sakit sekali. Foto itu terlihat Ayu sedang berjalan dengan berpegangan tangan dengan seorang cowok, cowok yang kelihatannya lebih tua dari kami. “Saya mengikutinya hingga ke mall, itu cowoknya…”, jelas Taro sambil menunjuk ke arah foto. Namanya Alexander, seorang mahasiswa di perguruan tinggi di kota kami, melihat dan mendengar semua itu, rasanya air mata ku akan mengalir keluar. Teman-teman coba menghiburku, aku malah meneteskan air mata. Aku berusaha untuk tegar, kemudian ku rebut daftar menu dari teman-teman, dan ku sampaikan pada pelayan, “lima botol guinness…”. Taro terheran- heran, “Herman, jangan gila begitu, masih banyak cewek koq di dunia ini, jangan sampai kau rusak masa depanmu itu…” Aku memang tidak pernah mencoba dengan minuman beralkohol ini, jangankan rasanya bagaimana, bentuk botolnya gimana pun aku belum tahu, hanya ku lihat di menu dan ku sebutkan merk nya. “Ganti teh panas saja mas…”, sahut Taro mengganti menuku. Ku pandang Taro dengan tatapan kesalku, dan kemudian kusampaikan lagi ke pelayan tersebut “lima botol guinness, tambah rokok LA lima bungkus…”.
Aku mau teman-teman menemaniku untuk malam ini. Semua hanya terdiam melihat pelayan berlalu dan kembali membawakan pesananku. Ku minta Taro menjelaskan semuanya, semua informasi yang telah dikumpulkannya. Ternyata Ayu baru jadian dua hari dengan Alexander, itupun karena mereka dijodohkan, orang tua Ayu dan orang tua Alexander adalah teman baik. Malam itu aku hanya bisa mencoba tegar, dan menikmati hal-hal baru ku, belajar minum bir hitam dan merokok. Apa memang karena slogannya, setelah menghisap rokok, aku agak sedikit enjoy rasanya, atau ini pengaruh minuman beralkohol yang aku konsumsi? Teman-teman yang menemaniku pun mulai terbawa suasana, mereka ikut menghabiskan pesananku, bahkan kembali menambah minuman dan rokok.
Melihat arloji sudah menunjukkan pukul 23.23 Taro segera mengajakku untuk pulang. Tapi aku malah mengajak mereka melanjutkan pesta kami di tempat karaoke keluarga yang baru buka di sekitar kompleks perhotelan. Semua sepertinya senang menemaniku. Menyanyikan lagu-lagu putus cinta untukku. Dengan kondisi mabuk, kami berpesta karaoke hingga jam 02.30 baru pulang ke rumah. Aku sudah tak sadarkan diri lagi, Taro lah mengantarkanku pulang, katanya aku sudah teler dan langsung tidur nyenyak. Alarm hp nokia n- gage ku yang sedang trend di zaman ini berbunyi, pertanda sudah jam 06.15 pagi, sebenarnya aku sangat capek sekali, tapi aku ingin ketemu Ayu untuk memastikan semua ini. Segera aku bergegas mandi agar lebih segar. Pengaruh alkohol sudah tidak terasa, hanya agak ngantuk saja, mataku pun sedikit bengkak akibat ngembun dan menangis. “Semalam ke mana, man?”, tanya mama yang sedang sarapan di ruang makan. “Buat tugas kelompok ma, sama Taro”, jawabku walau dalam hati sedikit kesal, mama kan tidak peduli dengan aktivitasku. Mendengar aku bersama Taro, mama tidak tanya apa-apa lagi, dia seakan lebih percaya dengan Taro dibanding dengan anaknya sendiri. Ku ambil sebuah roti dan langsung bergegas ke luar dari rumah.
Seperti biasa ku hidupkan motor kawasaki ninja 150 RR ku dan menjemput Tono yang rumahnya tak jauh dari rumah kami. Walaupun belum cukup umur, tapi aku sudah mempunyai sim c bahkan sim a, ini semua karena permintaanku ke papa, mungkin papa membayar sejumlah uang agar aku bisa mempunyai sim tersebut. Memang benar, ada sedikit manipulasi yang terjadi, tahun lahir di sim ku jauh lebih tua dengan tahun lahir ku yang sebenarnya.
Sampai di sekolah, aku hanya bersikap wajar-wajar saja. Ku yang duduk di belakang selalu memandang Ayu yang duduk di bangku barisan terdepan. Aku memang merencanakan jam istirahat baru membahasnya dengan Ayu. Tak sabar aku menunggu tibanya jam istirahat, hatiku memang sakit sekali, tapi aku tak mau terlihat cengeng untuk hal ini.
Saat-saat yang ditunggu pun tiba, aku biasanya memang mengajak Ayu makan di kantin, di sana aku coba bertanya padanya. Ayu pun mengakuinya, dia menjelaskan semuanya. Mendengar bahwa informasi dari Taro adalah benar, aku lebih tidak tenang, hatiku seperti hancur lebur, ku tak mampu lagi menahan air mataku. Aku bangkit dan meninggalkan meja tempat aku dan Ayu makan, tanpa kata-kata, aku berlari ke kelas, ku ajak Taro segera bereskan tas. Menyalakan ninja 150RR ku dan segera ku bonceng Tono keluar dari sekolah kami yang tak pernah ditutup gerbangnya. Tono mengerti keadaanku, dia tidak mau protes sama sekali kami bolos untuk hari ini, dia pun mengerti. Air mata ku terus mengalir, dan aku tidak mempunyai tujuan. Akhirnya ku putuskan untuk santai saja di ‘markas’ kami. Seperti yang ku bilang sebelumnya, markas kami selalu ramai di siang hari, penuh dengan anak sekolah yang bolos, kali ini termasuk kami. Untungnya lesehan di ujung pas kosong, sedangkan lesehan lain penuh sekali. Mungkin jodoh kami memang di lesehan favorit kami ini. Kembali ku pesan seperti menu semalam, guinness dan LA, kemudian ku telpon temanku yang lain, Iskandar, Marwan, Budi dan Eko. Aku kira mereka tidak mau peduli lagi denganku, karena mereka tidak menjawab panggilanku, tapi selang beberapa menit, ku terima sms dari Marwan ‘Ad ap man? Lg pel fisika’. Membaca sms itu aku baru sadar, mereka kan lagi sekolah, dan jam sekarang memang pelajaran fisika yang gurunya dicap killer. ‘Kami lg di markas, sempat lgsung ksni’ balas ku. ‘Ok, lepas jam ini’ jawab sms Marwan.
Dalam pikiranku, aku hanya butuh penenangan diri. Lesehan di sini hanya di sekat kayu kecil tidak setinggi lutut, sangat memudahkan kami untuk memandang ke lesehan sebelah. Ku lihat di lesehan sebelah ada 3 cewek smp, dari seragam mereka kelihatan mereka dari sekolah negeri. Gaya mereka sangat centil, duduk seronok dengan ngangkang dan terlihat cd mereka di balik rok yang tersingkap. Padahal dari segi face, mereka tidak jelek, bagiku masih ada point 65 – 75, tapi gerak-gerik mereka mencerminkan mereka hanya cewek- cewek nakal. Tak lama pesanan kami pun datang, aku minta Taro segera membukanya, dan aku mngeluarkan hp ku untuk mengerjakan rencana lain. Ku telepon preman yang biasa aku bayar, aku minta mereka mengerjai Alexander, kuberitahu mereka semua tentang Alexander, dan mereka setuju. Aku hanya tinggal menunggu hasil dan membayar pekerjaan mereka. Kali ini aku tidak mau turun langsung, karna aku tak mau kejadian ini diketahui oleh Ayu.“Mas, pinjam tokai donk…”, minta seorang cewek smp yang ada di lesehan sebelah sambil mencoba menyalakan korek gas nya yang sama sekali tidak bisa menyala. Aku pun meminjamkan korek gas ku, walaupun aku sedikit iba dengan mereka, cewek tapi merokok. Padahal aku sangatlah tahu mengenai efek negatif dari merokok dan minuman beralkohol, tapi aku sendiri masih juga melakukannya. “Thanks ya mas…”, cewek tadi mengembalikan korek gas dengan plus sedikit senyuman, cukup manis menurutku. “Gak takut bahaya rokok?”, tanyaku yang sedikit penasaran melihat mereka cewek-cewek tapi merokok. “Emang mas sendiri gimana? Hahahaha”, balasnya dengan nada centil. Mendengar itu teman-temannya yang lainpun ikut tertawa.
Mereka mungkin punya masalah sepertiku, tidak memiliki cinta, bermasalah di sekolah atau kurangnya perhatian orang tua. Kemudian kami berbincang-bincang, aku yang sedikit penasaran dengan mereka, mengajak mereka untuk bergabung bersama. Kelihatannya mereka sangat senang, dan langsung bergabung kemudian meminum bir dari botol yang ada di meja kami. Kamipun kemudian berkenalan, cewek yang tadi meminjam korek gas bernama Aninda, mungkin itu nama panggilannya saja, karena kulihat di seragamnya tercantum nama Shanty Larasati. Temannya bernama Lisa dan Widya. Mereka bertiga memang tidak begitu cantik, namun wajah mereka yang berkulit sedikit agak gelap dengan tubuh yang sintal dan rambut lurus terurai sampai ke punggung, serta senyum yang manis, mereka lebih layak dibilang kelompok si hitam manis. Kami pun melanjutkan pesta sambil berbagi cerita, ternyata mereka melarikan diri dari pelajaran IPS yang paling tidak mereka sukai.Ku tambah lagi pesanan karena sudah habis, ternyata cewek ini juga doyan sekali minum minuman beralkohol. Beriringan dengan datangnya pesanan, ternyata Iskandar, Marwan, Budi dan Eko pun juga sudah sampai. “Kenalkan teman-temanku…”, aku memperkenalkan teman-temanku yang baru saja sampai. Kami pun melanjutkan pesta kami sambil berbagi cerita. Aninda banyak mengajarkanku untuk belajar tabah. Dia lebih banyak masalah lagi dibandingkan aku, tapi dia hanya mencoba untuk hidup enjoy. Kami diajarkan hidup yang bersenang-senang, karena dengan itu kita bisa melupakan beban kita. Suasana sangat menyenangkan, aku merasa mereka adalah kawan baik untukku.
Hari pun mulai gelap, kami pun sadar kami sudah mabuk akibat minuman berakohol ini. Aku sadar aku menciptakan penyakitku sendiri, jatuh dalam jurang di mana akan muncul berbagai penyakit akibat rokok dan minuman keras. Hanya dua hari saja aku sudah menghabiskan belasan botol bir dan belasan bungkus rokok. “Kita lanjutin pesta di rumahku saja, kebetulan rumah lagi kosong…”, ajak Aninda. Teman-teman semua sudah tidak bisa mengendalikan diri lagi, dipikiran mereka hanya ingin bersenang-senang. Kadang terpikir dibenakku, aku sangatlah berdosa, telah meracuni teman-teman baikku untuk hal yang tidak baik. Mereka semua sangat menyetujui pendapat Aninda.Setelah menyelesaikan pembayaran, kami pun meninggalkan markas. Dalam perjalanan, kami masih singgah ke warung untuk beli bir dan rokok, serta makanan cemilan seperti kerupuk dan kacang. Aku sudah tidak peduli lagi, dua hari ini telah menghabiskan uang jutaan Rupiah, karena bagiku uang bukanlah segalanya, perasaan hepi lebih aku utamakan. Rumah Aninda tidaklah besar, tetapi tidak juga kecil, ada di ujung gang yang masih jarang penghuninya. Gangnya kecil, becek karena gang tersebut hanya ditimbun tanah basah yang susah kering, kiri kanan hanya semak belukar, bahkan pertengahan ada sawah. Tidak ada penerangan jalan, sungguh gelap, hanya diterangi cahaya lampu motor kami. Rumah Aninda diujung sekali, daerah yang sepi sekali, mungkin rumah mereka dirampok juga tidak ada warga yang tahu. Kami sudah sampai di rumahnya, kamipun duduk di ruang tamu dan segera membuka dus guinness yang aku beli tadi. Ruang tamunya terlihat luas karena tidak ada kursi, kami hanya duduk di lantai yang terbuat dari papan. Cuma dindingnya saja yang menggunakan material semen, yang lainnya masih menggunakan papan. Sebuah televisi tabung ukuran 14 inchi merek JVC dan VCD player GMC terletak di sudut ruangan.
Aku dan Aninda duduk berdekatan, dia sepertinya ada maksud denganku, kamipun kembali bercerita sambil melanjutkan pesta. Mungkin karena mabuk, Aninda cerita banyak kepadaku, dan lebih seperti curhat. Dia menceritakan segalanya dan aku hanya menjadi pendengar yang baik. Orang tua nya telah bercerai sejak dia lahir, ayahnya meninggalkan dia dan ibunya. Mereka selalu hidup susah, ibunya tiap hari banting tulang demi menghidupi dia, subuh sudah berangkat kerja dan tengah malam baru pulang kerja. Bahkan kadang-kadang tidak pulang ke rumah, seperti hari ini, ibu Aninda sudah pesan ke Aninda baru akan pulang minggu depan. Aninda sendiri tidak tahu apa kerjaan ibunya. Rumah mereka pun numpang, katanya itu dipinjamkan oleh teman ibunya yang sedang berbaik hati. Ku pandang ke dinding, ada foto Aninda dan ibunya, ibunya masih muda, mungkin sekitar umur 30an, wajahnya mirip dengan Aninda, manis sekali.
“Da, toilet di mana?”, tanyaku yang sudah sangat kebelet pipis. “Ada di ujung sebelah kiri”, jawab Aninda. Aku pun berdiri dan coba berjalan ke ujung rumah, agak sempoyongan akibat pengaruh alkohol. Tiba-tiba aku merasakan ada yang memegang tanganku, jari- jari yang lembut, ternyata itu Aninda, dia membantu menuntunku hingga ke toilet. Kepalaku sedikit pusing, aku yakin Aninda pun sudah mabuk, dia terus menggenggam tanganku padahal aku sudah masuk ke toilet. Tangan kananku dipegang erat olehnya, sehingga terpaksa aku coba menurunkan resleting celana smp ku dengan tangan kiri. Susah sekali dengan satu tangan, apalagi dengan kondisi ku yang sedang mabuk berat gini. Selanjutnya aku melihat bayang-bayang, ada tangan dari belakang tubuhku membantuku membuka resleting, bahkan melorotkan celanaku. Aku tahu itu adalah tangan Aninda, karena tangan kananku sudah lepas dari genggamnya. Aku tak peduli, seolah rasa malu ku telah hilang. Sampai Aninda memplorotkan celana dalamku, aku masih tidak merasa malu, apakah rasa maluku sudah dihilang akibat mabuk? Sampai ia memegang penisku dan mengarahkannya agar aku bisa buang air kecil.Kami sama sekali tidak malu dengan apa yang telah terjadi. Pengaruh alkohol juga sudah membuat Aninda tidak dapat mengendalikan dirinya. Setelah menyelesaikan pipisku, Aninda malah maju menghadapku, ia berjongkok kemudian mengulum kemaluanku. Oh, sungguh nikmat sekali, ini kah surga duniawi yang belum pernah kurasakan. Layaknya gadis yang sudah berpengalaman, Aninda mengulum dan sesekali mengocok penisku dengan tangannya. Nafsu ku sudah mulai naik, dan penisku sudah sangat tegang sekali. Selang puluhan menit kemudian, penisku mengejang dan menyemprotkan sperma ke dalam mulut Aninda yang hangat. Ku lihat Aninda menelan sperma yang ku semprotkan, bahkan dia terus mengulum dan membersihkan sisa-sisa sperma yang menetes di penis aku, Aninda kelihatan sangat menikmatinya. Jujur saja, ini pengalaman pertama ku, ternyata benar-benar menyenangkan. Segera aku betulkan celanaku, kami takut teman- teman curiga.Bergegas kami segera menuju ke ruang tamu. Tapi apa yang kami temukan? Sebuah pemandangan yang sangat mengagetkan kami. Semua teman kami sudah telanjang bulat, Lisa sedang digagahi Iskandar, Marwan dan Taro tanpa perlawanan, sedangkan Widya menjadi pemuas nafsu nya Eko dan Budi. Sungguh tragis, pemandangan yang pertama kali kulihat. Aku telah meracuni mereka untuk mabuk dan berbuat hal tak senonoh seperti itu. Melihat pesta seks tersebut, aku rasa nafsu birahi ku kembali muncul. Ku rangkul tubuh Aninda dan ku baringkan di lantai yang penuh dengan botol-botol bir dan puntung rokok. Ku cium bibirnya, Aninda pun menikmatinya, ia membalas ciumanku, kami seakan seperti pasangan suami istri. Sambil menciumi bibir dan lehernya, aku berusaha membuka semua pakaian seragam smp Aninda. Ku jelajahi leher hingga sampai ke payudara nya, ku sedot dan ku pilin dengan tangan ku. Susu nya masih kecil, seperti anak smp lainnya, dengan susu yang baru tumbuh, hanya sebesar mangkuk kecil, terlihat segar dan belum terjamah. Aku sangat terangsang dengan tubuhnya ini, ku cium dan ku sedot susu sebelah kiri nya yang ranum, dan ku pilin-pilin puting susu nya yang sebelah kanan dengan tanganku. Aku segera bangkit dan melepaskan semua seragam yang masih menempel di tubuh ku. Penisku sudah kembali mengeras. Tanpa pemanasan dulu, aku langsung melesapkan penisku ke dalam lubang vagina Aninda bagai rudal yang mengejar targetnya. Vaginanya sangat hangat, tak sabar lagi aku ingin mengobok-ngoboknya. Ku tancapkan habis penisku hingga pangkal pahaku menyentuh pangkal paha Ayu, dia pun seperti tersentak karena rudalku sudah menembus hingga mengenai target sasaran.Ku lihat teman-temanku sudah saling bergantian posisi, 5 vs 2, mantap banget. Ku genjot terus Aninda yang sama sekali tidak melawan, bahkan dia sangat menikmati. Aninda memeluk tubuhku dan mengikuti irama permainanku. Sedangkan kulihat Lisa dan Widya, jangankan melawan, bergerak saja sudah tidak mampu, mereka kelihatan sangat kelelahan dan susah mengatur nafas. Sambil menggenjot, aku terus menciumi bibir, leher dan payudara Aninda, bahkan sekali-kali aku memberikan cupangan sebagai tanda kenangan bagi kami. Desahan Aninda yang merangsang kian membuatku mempercepat irama genjotanku. Semakin lama semakin menegang, penisku seakan akan menyemprotkan sperma lagi. Kupercepat irama, hingga tubuh Aninda bergerak maju mundur sangat cepat, dan akhirnya akupun berejakulasi. Aku tak tahu apa sperma ku masih mengalir di vagina nya, aku nya terasa lelah, ku biarkan penisku sementara menancap di vagina Ayu, aku hanya terbaring menindih tubuh Ayu. Ayu hanya memelukku dan seperti tidak ingin melepaskan ku. Tubuhku sepertinya kehabisan tenaga, sangat lelah sekali, aku pun kemudian melepaskan pelukan Aninda serta mencabut penisku, dan segera berbaring di sebelah Ayu. Kulihat Ayu pun kelelahan, ia tak mampu bergerak lagi, dan mencoba mengistirahatkan diri.Saking capeknya aku tak sadar kalau aku telah terlelap. Dalam ketidaksadaranku itu, ku mendengar rintihan-rintihan minta tolong seorang gadis. Ku coba untuk membuka mataku, sedikit berat tapi terus ku paksakan. Ku lihat di sampingku, Aninda sedang digagahi 5 temanku. Ayu berusaha memberontak, tapi tidak mampu, ia di gerayangi 5 cowok yang sudah kesetanan. Ku lihat Ayu memandang ke arah ku, matanya terus meneteskan air mata, dan terdengar samar-samar suara rintihan Ayu, “Tolong aku, man…”, Aku tidak tahu apa maksud Aninda, bukannya dia mngajarkan kami untuk bersenang-senang, seharusnya dia menikmati keadaan ini. Temannya, Lisa dan Widya masih terkapar tak berdaya di lantai tak jauh dari kami. Kulihat tubuh kedua teman Aninda tersebut juga sangat indah, badan mereka sexy, payudara mereka pun sangat ranum. Sepertinya aku sudah cukup men-charge kembali tenaga ku, karena ku rasakan gairahku kembali lagi, ingin sekali aku juga mencicipi tubuh Lisa dan Widya.Aku pun berusaha merangkak hingga ke dekat Lisa. Sepertinya dia tertidur, aku tidak peduli, aku langsung menciumi bibirnya, kemudian beralih ke lehernya hingga berlabuh ke payudaranya. Aninda semakin kencang menangis ketika melihat ke arahku, “Jangan man…”, rintihan Aninda memintaku menghentikan aksi ku.
Baru ku sadari kalau Aninda menyukaiku, tapi nafsu ku sudah tak tertahan lagi, pikiranku hanya ingin bersenang- senang. Aku tidak mau memandang ke arah Aninda lagi, aku takut aku malah nanti merasa iba, jadi ku lanjutkan kesibukan ku yang tadi. Penisku yang sudah kembali mengeras segera ku sumbatkan ke dalam vagina Lisa, walaupun lubangnya sudah diterobos oleh ke 5 temanku, namun masih ku rasakan sempitnya memek anak smp ini. Dia lah cewek kedua yang pernah aku gagahi. Pemandangan yang kali ini 5 vs 1 lebih membangkitkan nafsu ku, 5 teman ku itu berebutan mencicipi Ayu yang sudah tak mampu melawan.Aku terus menggenjot Lisa yang masih tak sadarkan diri akibat kecapekan dan mabuk akibat minuman keras. Setelah menggagahi Lisa, aku tidak merasakan capek, malah nafsuku ingin aku menggagahi Widya. Kugenjot terus sampai aku merasa puas. Aku pun segera bangkit dan coba ambil posisi di hadapan Widya. Ku cobloskan penisku segera ke lubang vagina Widya yang indah dan hangat. Ku peluk tubuh Widya dan terus ku genjot sampai dia pun benar-benar kesulitan mengatur nafas. Pesta ini kami teruskan hingga besok pagi. Bayangin saja, pengaruh alkohol merusak sistem otak kerja kami, pesta seks kami diadakan non stop. Yang capek bisa istirahat, dan yang lain menganti posisi dan bergiliran. Bahkan saking gila nya, Taro menusuk-nusukkan vagina cewek- cewek itu dengan botol bir yang berserakan di lantai. Kami sudah tidak sempat lagi untuk berangkat ke sekolah, kami putuskan untuk melanjutkkan pesta itu 1 hari lagi. Sejak itulah, aku menemukan hidup baru ku yang penuh dengan hepi-hepi, tiap hari minum minuman keras, merokok, dan melkukan hubungan seks. Pertemanan kami sudah jauh dari maknanya, setiap kami lagi kepengen, kami mengajak 3 cewek itu lagi, dan mereka pun mau. Hingga sekarang kejadian ini masih sering terjadi, bahkan Taro telah jauh dari batas, ia menjadi seorang yang hypersex.
Artikel Terkait :
0 Komentar